Sabtu, 03 Agustus 2013

L RSUD KRT SETJONEGORO

assalamualaikum wr.wb

malam ini 03 agustus 2013

terima kasih tuhan
terima kasih ibu
terima kasih ayah
terima kasih teman-temanku

terima kasih buat bimbingan praktik klinik di RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO, sangat membagakan bisa di terima untuk mengaplikasikan ilmu keperawatan yang telah kami peroleh di kampus kami tercinta UNIVERSITAS SAINS AL-QUR'AN WONOSOBO.
semoga ini menjadi motivasi kami untuk lebih giat dalam menyongsong masa depan sebagai perawat dan mampu membantu sesama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. dan di bulan suci ramadhan ini semoga  semua gerak gerik kita menjadi ibadah yang di terima oleh-Nya.

Amin.

Senin, 13 Mei 2013

keperawatan: IUFD (Intra Uterin Fetal Death)

keperawatan: IUFD (Intra Uterin Fetal Death): KATA PENGANTAR             Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah dan rahmat-Nya seh...

Allizzwellbaik itu wajib dan kewajiban itu baik

Kamis, 25 April 2013

Ridlo Allah is my destiny: a brand new daymulai belajar menulis (sebenernya...

Ridlo Allah is my destiny: a brand new day

mulai belajar menulis (sebenernya...
: a brand new day mulai belajar menulis (sebenernya lebih ke coret-coretan sih) hehehe memulai kegiatan yang bermanfaat di minggu ket...

Allizzwellbaik itu wajib dan kewajiban itu baik

Kamis, 18 April 2013

ASKEP CVA / STROKE


A. Pengertian

CVA atau stroke merupakan salah satu manifestasi neurologi yang umum yang timbul secara mendadak sebagai akibat adanya gangguan suplai darah ke otak (Depkes, 1995).
Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral dan merupakan satu gangguan neurologik pokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologik pada pembuluh darah serebral misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar, misalnya arterosklerosis arteritis trauma aneurisma dan kelainan perkembangan (Price, 1995).

B. Etiologi

Penyebab utamanya dari stroke diurutkan dari yag paling penting adalah arterosklerosis (trombosis) embolisme, hipertensi yang menimbulkan pendarahan srebral dan ruptur aneurisme sekular.
Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak di dalam darah, DM atau penyakit vasculer perifer (Price, 1995).
Menurut etiologinya stroke dapat dibagi menjadi :
  1. Stroke trombotik
    Terjadi akibat oklusi aliran darah biasanya karena arterosklerosis berat.
  2. Stroke embolik
    Berkembang sebagai akibat adanya oklusi oleh suatu embolus yang terbentuk di luar otak. Sumber embolus yang menyebabkan penyakit ini adalah termasuk jantung sebelah infark miokardium atau fibrasi atrium, arteri karotis, komunis atau aorta.
  3. Stroke hemoragik
    Terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskemik dari hipoksia di daerah hilir, penyebab hemoragik antara lain ialah hipertensi, pecahnya aneurisma, malforasi arterio venas / MAV (Corwin, 2001).
Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke antara lain :
  1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
  2. Penyakit cardiovaskuler (embolisme serebral, mungkin berasal dari jantung).
  3. Kadar hematokrit normal tinggi (berhubungan dengan infark, serebral)
  4. Diabetes
  5. Kontrasepsi oral peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35 tahun.

C. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis CVA atau stroke adalah kehilangan motorik disfungsi motorik yang paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada otak yang berlawanan, hemparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh. Pada awal stroke biasanya paralisis menurunnya reflek tendon dalam, kehilangan komunikasi, gangguan persepsi, kerusakan kognitif dan efek psikologis, disfungsi kandung kemih (Smeltzer, 2002 : 213).

D. Pathofisiologi

Menurut Hudak dan Gallo aliran darah di setiap otak terhambat karena trombus atau embolus, maka terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otot, kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia imun (karena henti jantung atau hipotensi) hipoxia karena proses kesukaran bernafas suatu sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan suatu area infark (kematian jaringan).
Berdasarkan Price SA dan Wilson Lorraine M (perdarahan intraksional) biasanya disebabkan oleh ruptura arteri cerebri ekstravasasi darah terjadi di daerah otak atau subarachnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar pendarahan, spasme ini dapat menyebaar ke seluruh hemisfer otak, bekuan darah yang semua lunak akhirnya akan larut dan mengecil, otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.

E. Pemeriksaan Penunjang

  1. Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik oklusi atau ruptur.
  2. CT Scan : memperlihatkan adanya oedem
  3. MRI : mewujudkan daerah yang mengalami infark
  4. Penilaian kekuatan otot
  5. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak.

F. Penatalaksanaan

Menurut Listiono D (1998 : 113) penderita yang mengalami stroke dengan infark yang luas melibatkan sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral hemianopsia, selama stadium akut memerlukan penanganan medis dan perawatan yang didasari beberapa prinsip.
Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah :
  1. Penanganan suportif imun
    1. Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
    2. Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.
    3. Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
  2. Meningkatkan darah cerebral
    1. Elevasi tekanan darah
    2. Intervensi bedah
    3. Ekspansi volume intra vaskuler
    4. Anti koagulan
    5. Pengontrolan tekanan intrakranial
    6. Obat anti edema serebri steroid
    7. Proteksi cerebral (barbitura)
Sedangkan menurut Lumban Tobing (2002 : 2) macam-macam obat yang digunakan :
  1. Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
  2. Obat anti koagulasi : heparin
  3. Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus)
  4. Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)
Tindakan keperawatan
  1. Bantu agar jalan nafas tetap terbuka (membersihkan mulut dari ludah dan lendir agar jalan nafas tetap lancar).
  2. Pantau balance cairan.
  3. Bila penderita tidak mampu menggunakan anggota gerak, gerakkan tiap anggota gerak secara pasif seluas geraknya.
  4. Berikan pengaman pada tempat tidur untuk mencegah pasien jatuh.

 

 

 

G. Pathway


 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


H. Fokus Intervensi

  1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
    Intervensi :
    1. Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar.
    2. Pantau tanda-tanda vital.
    3. Catat perubahan data penglihatan seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang atau ke dalam persepsi.
    4. Kaji fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara.
    5. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral).
    6. Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung atau aktivitas pasien sesuai indikasi.
    7. Cegah terjadinya mengejan saat terjadinya defekasi dan pernafasan yang memaksa (batuk terus menerus).
    8. Kolaborasi dalam pembarian oksigen dan obat sesuai indikasi (Doenges, 2000).
  2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan fungsi neurologis.
    Intervensi :
    1. Kaji kemampuan fungsional dan beratnya kelainan.
    2. Pertahankan kesejajaran tubuh (gunakan papan tempat tidur, matras udara atau papan baku sesuai indikasi.
    3. Balikkan dan ubah posisi tiap 2 jam.
    4. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan bantal.
    5. Lakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif untuk semua ekstremitas setiap 2 jam sampai 4 jam.
    6. Berikan dorongan tangan, jari-jari dan latihan kaki.
    7. Bantu pasien dengan menggunakan alat penyokong sesuai indikasi.
    8. Berikan dorongan kepada pasien untuk melakukan aktivitas kebutuhan sehari-hari.
    9. Mulai ambulasi progresif sesuai pesanan bantu untuk duduk dalam posisi seimbang mulai dari prosedur pindah dari tempat tidur ke kursi untuk mencapai keseimbangan.
    10. Konsulkan dengan dokter dan bagian terapi (Tucker, 1998).
  3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer bahasa atau wicara (kiri atau kanan)
    Intervensi :
    1. Bedakan antara gangguan bahasa dan gangguan wicara.
    2. Kolaborasikan dengan praktis bicara untuk mengevaluasi pasien dan merancang rencana.
    3. Ciptakan suatu atmosfir penerimaan dan privasi.
    4. Buat semua upaya untuk memahami komunikasi pasien, mendengar dengan penuh perhatian, ulangi pesan pasien kembali pada pasien untuk memastikan pengertian, abaikan ketidaktepatan penggunaan kata, jangan memperbaiki kesalahan, jangan pura-pura mengerti bila tidak mengerti, minta pasien untuk mengulang.
    5. Ajarkan pasien tehnik untuk memperbaiki wicara, instruksikan bicara lambat dan dalam kalimat pendek pada awalnya, tanyakan pertanyaan yang dapat dijawabnya ya atau tidak.
    6. Gunakan strategi untuk memperbaiki pemahaman pasien, dapatkan pengetahuan pasien sebelum bicara padanya, panggil dengan menyebutkan nama pasien, lakukan pola bicara yang konsisten, gunakan sentuhan dan perilaku untuk berkomunikasi dengan tenang (Carpenito, 1999).
  4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik dan gangguan proses kognitif.
    Intervensi :
    1. Kaji derajat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, makan, toile training).
    2. Lakukan perawatan kulit selama 4-5 jam, gunakan loiton yang mengandung minyak, inspeksi bagian di atas tulang yang menonjol setiap hari untuk mengetahui adanya kerusakan.
    3. Berikan hygiene fisik total, sesuai indikasi, sisi rambut setiap hari, kerams setiap minggu sesuai indikasi.
    4. Lakukan oral hygiene setiap 4-8 jam, sikat gigi, bersihkan membran mukosa dengan pembilas mulut, jaga agar kuku tetap terpotong rapi dan bersih.
    5. Kaji dan pantau status nutrisi.
    6. Perbanyak masukan cairan sampai 2000 ml/hari kecuali terhadap kontra indikasi.
    7. Pastikan eliminasi yang teratur.
    8. Berikan pelunak feses enema sesuai pesanan (Tucker, 1998).
  5. Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
    Intervensi:
    1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuan.
    2. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi perubahan pada pasien.
    3. Anjurkan kepada pasien untuk mengeskpresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah.
    4. Catat apakah pasien menunjukkan daerah yang sakit atau pasien mengingkari daerah tersebut dan mengatakan hal tersebut telah mati.
    5. Akui pernyataan perasaa pasien tentang pengingkaran terhadap tubuh, tetap pada kenyataan bahwa pasien masih dapat menggunakan bagian tubuhnya yang sakit.
    6. Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenai penyembuhan fungsi tubuh atau kemandirian pasien.
    7. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
    8. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan kepada pasien melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
    9. Beri dukungan terhadap usaha setiap peningkatan minat atau partisipasi pasien dalam kegiatan rehabilitasi.
    10. Berikan penguat terhadap penggunaan alat-alat adaptif.
    11. Kolaborasi : rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan konseling sesuai kebutuhan.
  6. Perubahan persepsi sensori berhubugnan dengan stres psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
    Intervensi :
    1. Evaluasi terhadap adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan ketajaman persepsi, adanya diplobia.
    2. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala, letakkan benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal, tutup mata yang sakit jika perlu.
    3. Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan.
    4. Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul, posisi bagian tubuh atau otot, rasa persendian.
    5. Berikan stimulus terhadap rasa atau sentuhan
    6. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan
    7. Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
    8. Observasi respon perilaku pasien seperti rasa permusuhan, menangis, efek tidak sesuai, agitasi, halusinasi.
      • Hilangkan kebisingan atau stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.
      • Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek, pertahankan kontak mata (Doenges, 2000).
  7. Resiko tinggi terhadap cidera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang motorik atau persepsi.
    Intervensi :
    1. Lakukan tindakan yang mengurangi bahaya lingkungan : orientasi pasien dengan lingkungan sekitarnya, instruksikan pasien untuk menggunakan bel pemanggil untuk meminta bantuan, pertahankan tempat tidur dan posisi rendah dengan atau semua bagian pengaman tempat tidur terpasang.
    2. Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan dengan menggunakan termometer bila ada.
    3. Kaji ekstremitas setiap hari terhadai cidera yang tidak terdeteksi.
    4. Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion
    5. Konsul dengan ahli terapi dengan pelatihan postur.
    6. Ajarkan pasien dengan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah (Carpenito, 1999).
  8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, keterbatasan kognitif, kurang mengingat, tidak mengenal sumber dan informasi.
    Intervensi :
    1. Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada pasien.
    2. Diskusikan rencana untuk memenuhi perawatan diri.
    3. Identifikasi faktor resiko (seperti hipertensi, merokok, aterosklerosis, dan lain-lain) dan perubahan pola hidup yang penting.
    4. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan kontrol secara menerus (Doenges, 2000)

DAFTAR PUSTAKA

  1. Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
  2. Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
  3. Hudak, C.M., Gallo, B.M., 1986, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.
  4. Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni, Pendidikan Keperawatan, Padjajaran, Bandung.
  5. Lumban Tobing, S.M., 1998, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
  6. Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.

Rabu, 17 April 2013

ASKEP BLIGHTED OVUM


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP  TEORI  BLIGHTED  OVUM
1. Pengertian
a.    Blighted  Ovum  (BO) adalah kehamilan tanpa janin (anembryonic pregancy), jadi cuma ada kantong gestasi (kantong kehamilan) dan air ketuban saja.
b.    Kehamilan anembryonic mengacu pada kehamilan di mana kantung kehamilan berkembang di dalam rahim, namun kantung kosong dan tidak mengandungembrio. Penjelasan yang paling mungkin adalah bahwa embrio berhenti berkembang pada tahap yang sangat awal dan itu kembali diserap. Kehamilan Anembryonic" berarti kehamilan tanpa embrio.
c.    Dikenal sebagai "kehamilan anembryonic" terjadi ketika telur yang telah dibuahi menempel pada dinding rahim, tetapi embrio tidak berkembang.Sel berkembang untuk membentuk kantung kehamilan, tetapi tidak embrio itu sendiri.
d.   Blighted  ovum adalah jenis umum keguguran. Ini terjadi ketika telur dibuahi di dalam rahim tetapi embrio yang dihasilkan berhenti berkembang sangat awal atau tidak terbentuk sama sekali. (Dr Umesh Jindal) 
e.    Blighted ovum (anembryonic pregnancy) terjadi pada saat ovum yang sudah dibuahi menempel ke dinding uterus, tapi embrio tidak berkembang. Sel-sel berkembang membentuk kantong kehamilan, tapi tidak membentuk embrio itu sendiri. Blightedovum biasanya terjadi pada trimester pertama sebelum wanita tersebut mengetahui tentang kehamilannya.

2. Etiologi
a.       Kelainan kromosom pada saat proses pembuahan sel telur dan sel sperma (kualitas seltelur yang tidak bagus).
b.      Blighted ovum merupakan penyebab  sekitar 50%  keguguran trimester  pertama dan biasanya merupakan akibat dari masalah kromosom. Tubuh wanita mengenali kromosom abnormal pada janin dan secara alami tidak  mencoba untuk melanjutkan kehamilan karena janin tidak akan berkembang menjadi bayi yang sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh pembelahan sel abnormal, atau kualitas sperma yang buruk atau telur.
c.       Infeksi dari torch, kelainan imunologi dan  penyakit  diabetes dapat  ikut  menyebabkan terjadinya blighted ovum.
d.      Faktor usia semakain tinggi usia suami atau istri, semakin tinggi pula peluang terjadinya blighted ovum.
e.       Meskipun prosentasenya tidak terlalu besar, infeksi rubella, infeksi TORCH, kelainan imunologi, dan sakit kencing manis/diabetes  melitus yang tidak terkontrol pada ibu hamil dapat menjadi menyebabkan terjadinya kehamilan kosong.
f.       Sekitar 60%  blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam proses pembuahan sel telur dan sperma. Tubuh ibu mengenali adanya kromosom yang abnormal pada janin dan secara alami tubuh berusaha untuk tidak melanjutkan kehamilan karena janin tidak akan berkembang  menjadi bayi normal yang sehat.  Hal ini dapat disebabkan oleh pembelahan sel yang abnormal, atau  kualitas sperma atau telur yang kurang baik. Infeksi TORCH dan streptokokus, penyakit kencing manis (diabetes mellitus) yang tidak terkontrol,  rendahnya  kadar beta HCG  serta faktor  imunologis seperti adanya antibodi terhadap janin juga dapat menyebabkan blighted ovum. Risiko juga meningkat bila usia suami atau istri semakin tua karena kualitas sperma atau ovum menjadi turun.

 3. Patogenensis
Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu sperma. Namun dengan berbagai penyebab (diantaranya kualitas telur/sperma yang buruk atau terdapat infeksi torch), maka unsur janin tidak berkembang sama sekali. Hasil konsepsi ini akantetap tertanam didalam rahim lalu rahim yang berisi hasil konsepsi tersebut akan mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai pemberitahuan bahawa sudah terdapat hasil konsepsi didalam rahim. Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut akan menimbulkan gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah dan lainya yang lazim dialami ibu hamil pada umumnya  hal ini disebabkan  Plasenta menghasilkan hormone  HCG  (human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat  hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon  HCG yang  menyebabkan  munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif. Karena tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada umumnya mengukur kadar hormon HCG (human chorionic gonadotropin) yang sering disebut juga sebagai hormon kehamilan.






4. Manifestasi Klinis
a.    Pada awal kehamilan berjalan baik dan normal tanpa ada tanda-tanda kelainan
b.    Kantung kehamilan terlihat jalas, tes kehamilan urin positif 
c.    Blighted ovum terdeteksi saat ibu melakukan USG pada usia kehamilan memasuki 6-7 minggu.
d.   Kemungkinan memiliki kram perut ringan, dan atau perdarahan bercak ringan.
e.          Blighted ovum sering tidak menyebabkan gejala sama sekali. Gejala dan tanda-tanda mungkin termasuk :
1)      Periode menstruasi terlambat
2)      Kram perut
3)      Minor vagina atau bercak perdarahan
4)      Tes kehamilan positif pada saat gejala
5)      Ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan dimana muncul keluhan perdarahan
6)      Hampir sama dengan kehamilan normal
7)      Gejala tidak spesifik (perdarahan spotting coklat kemerah-merahan, kram perut,bertambahnya ukuran rahim yang lambat)
8)      Tidak sengaja ditemukan dengan USG

5. Diagnosa
a.       Anamnesis (tanda - tanda kehamilan)
b.      Pemeriksaan fisik 
c.       Diagnosis pasti dengan pemeriksaan penunjang  (USG) Diagnosis kehamilanan embrionik bisa dilakukan saat kehamilan memasuki usia 6-7minggu. Sebab saat itu diameter kantung kehamilan sudah lebih besar dari 16 milimeter sehingga bisa terlihat lebih jelas. Dari situ juga akan  tampak, adanya  kantung  kehamilan yang kosong dan tidak berisi janin. Diagnosis kehamilan anembriogenik dapat ditegakkan bila pada kantong gestasi yang berdiameter sedikitnya 30 mm, tidak dijumpai adanya struktur mudigah dan kantong kuning telur.

Hingga saat ini belum ada cara untuk mendeteksi dini kehamilan blighted ovum. Seorang wanita baru dapat diindikasikan mengalami blighted ovum bila telah melakukan pemeriksaan USG transvaginal. Karena gejalanya yang tidak spesifik, makabiasanya blighted ovum baru ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan dimanamuncul keluhan perdarahan. Selain blighted ovum, perut yang membesar seperti hamil,dapat disebabkan hamil anggur (mola hidatidosa), tumor rahim atau penyakit usus.

6. Penatalaksanaan
Jika telah di diagnosis blighted  ovum, maka tindakan selanjutnya adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan dianalisa untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya . Jika karena infeksi maka dapat diobati sehingga kejadian ini tidak berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan  program imunoterapi sehingga kelak dapat  hamil sungguhan. Lebih penting adalah trauma mental untuk pasangan. Hal ini membutuhkan  konseling dan meyakinkan mereka bahwa proses ini sangat umum. Hal ini lebih baik untuk menghindari kehamilan selama 2 bulan dan dapat mencoba lagi. Tidak perlu menunggu sangat lama.Umumnya sel telur blighted adalah kejadian acak dan kemungkinan pengulangan cukup kurang.

7. Pencegahan
a.       Dalam banyak kasus blighted ovum tidak bisa dicegah. Beberapa pasangan seharusnya melakukan tes genetika dan konseling jika terjadi keguguran berulang di awal kehamilan. Blighted ovum sering merupakan kejadian satu kali, dan jarang terjadi lebih dari satu kali pada wanita.
b.      Untuk mencegah terjadinya blighted ovum, maka dapat dilakukan beberapa tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH,  imunisasi rubella pada wanita yang hendak  hamil, bila menderita penyakit disembuhkan dulu, dikontrol gula darahnya, melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila usia di atas 35 tahun,  menghentikan kebiasaan merokok agar kualitas sperma/ovum baik, memeriksakan kehamilan yang rutin dan membiasakan pola hidup sehat.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Tanggal            :  tanggal dilakukan
Pengkajian Jam                     :  jam dilakukan
Pengkajian Tempat             :  tempat dilakukan poengkajian

A.          Data Subyektif 
1)             Biodata
Nama Istri / Suami                              : Untuk mengetahui  identitas.
Umur                                                     : Untuk mengetahui umur pasien, menentukan konseling dan resiko.  
Agama                                                  : Untuk memudahkan bidan dalam melakukan pendekatan dalam memberikan asuhan
Pendidikan                                           : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan yang digunakan sebagai dasar dalam memberikan asuhan
Pekerjaan                                              : Untuk menggetahui status ekonomi dan aktifitas ibu.
Alamat                                                  : Untuk mengetahui tempat tinggal pasien sehingga memudahkan kunjungan rumah.

2)             Keluhan Utama
Apa yang dikeluhkan pasien saat pengkajian :
·             Pada kasus blighted ovum kemungkinan mengalami kram perut ringan, dan atau perdarahan bercak ringan.
·             Keluhan padaTrimester I             : Chloasma gravidarum, mual dan muntah (akan hilang pada kehamilan 12-14 minggu) sering kencing, pusing, ngidam, obstipasi.

3)      Riwayat Kesehatan Dahulu
Untuk mengetahui apakah klien pernah atau tidak pernah menderita penyakit menular (seperti TBC, kusta), penyakit menurun (DM, HT, asma, dll) serta serta penyakit infeksi seperti TORCH.
·      Infeksi dari torch, kelainan imunologi dan penyakit diabetes dapat ikutmenyebabkan terjadinya blighted ovum.

4)      Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk mengetahui bagaimana  keadaan kesehatan klien saat  ini, apakah klien sedang menderita menular (seperti TBC, kusta),   penyakit menurun (jantung, Diabetes,hipertensi, asma, dll) serta penyakit infeksi seperti TORCH.
·      Infeksi dari torch, kelainan imunologi dan penyakit diabetes dapat ikutmenyebabkan terjadinya blighted ovum.

5)      Riwayat Kesehatan keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarganya/ keluarga suaminya ada atau tidak yang mempunyai penyakit menurun (seperti DM, HT, asma, dll), penyakit menular(TBC, Kusta) serta ada atau tidak yang mempunyai keturunan kembar, bila ada siapa. Perlu dikaji untuk mengetahui penyakit yang diderita keluarga yang dapat menurunatau menular pada ibu sehingga mempengaruhi masa kehamilan.

6)      Riwayat Pernikahan
Menikah                      :           kali
Umur pertama menikah     :              tahun
Lama menikah                     :              tahun

Ditanyakan  kawin berapa kali, umur/ lama perkawinan, jarak  perkawinan dengan kehamilan,  perkawinan pada masyarakat  pedesaan sering terjadi pada usia muda,yaitu sekitar  usia menarche  resiko melahirkan BBLR sekitar  2 kali lipat dalam 2 tahun setelah menarche disamping itu akan terjadi kompetisi makanan antara janin dan  ibunya sendiri yang  masih dalam masa pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan. Semua ini akan menyebabkan kebanyakan wanita di negara berkembang mempunyai TB yang pendek.

7)      Riwayat Menstruasi
Ditanyakan  kapan pertama kali klien mendapat haid (menarche), apakah haidnya teratur atau tidak, berapa hari siklus haidnya, berapa lama haidnya, berapa banyak darah haid yang keluar selama haid, bagaimana warna darah haidnya, bagaimanabaunya dan konsistensinya. Juga ditanyakan keluhan apa saja yang dialami klien saathaid. Apakah dismenorhoe, bila ya, kapan : apakah klien saat haid, apakah dismenorhoe, bila ya, kapan : apakah klien pernah mengalami flour albus, bila ya kapan, bagaimana warna flour albus, apakah berbau atau gatal, bagaimana konsistensinya dan jumlahnya. Menarche sekitar umur 13-16 tahun Siklus 28-30 hari Lama 3-5 hari Jumlah + 50 cc.

8)      Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas Yang Lalu
·           Untuk mengetahui adakah penyulit-penyulit yang menyertai kehamilan, persalinan, dan nifas, serta kelainan pada masa kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.
·           Riwayat kehamilan sebelumnya
ü  Apakah ada masalah selama persalinan atau kelahiran sebelumnya (bedah caesar, persalinan dengan ekstraksi vakum atau vorseps, induksi oksitosin, hipertensi yang diinduksi oleh kehamilannya, preeklampsi/ eklampsia, perdarahan pasca persalinan)?
ü  Berapa berat badan bayi yang paling besar pernah ibu lahirkan?
ü  Apakah ibu mempunyai bayi bermasalah pada kehamilan/ persalinansebelumnya?

9)      Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas sekarang
·         Kehamilan
Apakah selama hamil ada penyakit yang menyertai kehamilan seperti hipertensi, anemia , penyakit jantung, asma, TBC,  kencing manis.adakah masalah yangdiderita ibu selama hamil, misalnya hiperemesis gravidarum yang dapatmenyebabkan anemia. Frekuensi ibu ANC ditangani oleh tenaga kesehatan, obat atau vitamin yang dikonsumsi ibu saat hamil
·         Blighted ovum terdeteksi saat ibu melakukan USG pada usia kehamilan memasuki 6-7 minggu.
·         Persalinan
Ibu melahirkan tanggal dan jam berapa, pada usia kehamilan berapa, dimana,ditolong oleh siapa, jenis kelamin anaknya, berat dan panjangnya, spontan ataut indakan, anak lahir langsung menangis atau tidak, adakah penyulit selama proses persalinan seperti inersia uteri, tetania uteri, perdarahan atau KPD
·      Nifas
Bagaimana keadaan nifas ibu saat ini, apakah ibu mengalami demam atauperdarahan, apakah ibu menyusui bayinya

10)  Riwayat KB
Ditanyakan  apakah klien pernah  ikut KB  atau  tidak,  jenis atau metode  KB apa yang digunakan, berapa lama menggunakan menggunakan metode KB dari apakah klien mengalami efek samping akibat KB tersebut, bila iya, efek samping apa yang dialami, apa yang dilakukan klien terhadap efek samping tersebut, apa rencana KB klien setelah melahirkan

11)  Pola Kebiasaan Sehari-hari selama Hamil.
a.      Pola Nutrisi
Sebelum Hamil                    : Berapa kali ibu makan dalam sehari, bagaimana porsi makannya, dan apa saja menunya, serta adakah tambahan makanan selain nasi.
Selama hamil                        : Berapa kali ibu makan dalam sehari, bagaimana porsi makannya, dan apa saja menunya, serta adakah tambahan makanan selain nasi. Jumlah tambahan kalori yang dibutuhkan pada ibu hamiladalah 300 kalori per hari, dengan komposisi menu seimbang (cukup mengandung karbohidrat, protein, lemak,vitamin, mineral, air)


b.      Pola Eliminasi
Sebelum hamil                      :
BAB                      :  Berapa kali sehari, warna tinjanya apa, konsistensinyalunak atau keras, ada keluhan atau tidak saat BAB, kalau adaapa keluhannya
BAK                     :  Frekuensi  BAK berapa kali dalam sehari, bagaimana warnanya.
Saat hamil                             :
BAB                      :  Berapa kali sehari, warna tinjanya apa, konsistensinyalunak atau keras, ada keluhan atau tidak saat BAB, kalau adaapa keluhannya.
BAK                     : Frekuensi BAK berapa kali dalam sehari,bagaimana warnanya.

c.       Pola Aktifitas
Sebelum hamil                     : Aktifitas apa saja yang bisa dikerjakan ibu sehari-hari.
Saat hamil                             : Aktifitas apa saja yang bisa dikerjakan ibu sehari-hariselama kehamilan inib.

d.      Pola Istirahat/Tidur
Sebelum hamil                    : Bagaimana pola kebiasaan istirahat ibu, baik siang maupun malam.
Saat hamil                             : Bagaimana pola kebiasaan istirahat ibu, baik siang maupun malam pada kehamilan ini.

e.       Pola Personal Hygiene
Saat hamil                             :  Bagaimana ibu menjaga hygiennya, ibu mandi berapa kali sehari, gosok gigi berapa kali sehari, keramas berapa kali sehari
 
B.     Data Obyektif
1.      Pemeriksaan umum
a.    Bagaimana keadaan umum penderita, keadaan gizi, kelainan bentuk badan, kesadaran.
b.    Adanya anemia, cynose, loterus atau dypnoe.
c.    Reflek terutama lutut.
d.        Tanda-tanda vital  :
TD                          : Tidak boleh mencapai 140/90 mmHg, perubahan 30 sistole dan 15 diastole diatas tekanan darah sebelum hamil menekankan  toxemia gravidarum.
Nadi                       : ± 80-100 x/menit.
Suhu                      :  36,5-37,5
RR                          :  16-20 x/menit.-
e.    Berat badan
Pada akhir kehamilan pertambahan berat badan total adalah 9-12 kg. Bila terdapat kenaikan yang berlebih, perlu diperkirakan adanya resiko bengkak, kehamilan kembar, hidroamnion, atau bayi besar.
f.     Tinggi Badan
Tinggi badan kurang dari rata-rata merupakan faktor  resiko untuk ibu hamil/bersalin, jika tinggi badan kurang dari 145 cm dimungkinkan ibu memiliki panggul sempit.
g.    LILA
Lila kuramng dari 23,5 cm merupakan indikator kuat untuk status gizi yang kurang /buruk, ibu beresiko untuk melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah.
h.    Pemeriksaan laborat, meliputi : air kencing, darah dan feses
i.      Pemeriksaan Fisik
Inspeksi                             :
Kepala dan Wajah           : Meliputi keadaan rambut, apakah ada edema pada wajah , warna pada sklera  mata,warna konjungtiva.
Leher                                  : Apakah ada pembesaran kelenjar tiroid, pembesran pembuluh limfe, dan pembesaran vena jugularis.
Payudara                            : Mengamati bentuk, ukuran, dan kesimetrisannya, puting susu menonjol atau masuk ke dalam. Adanya  kolostrum atau cairan lainnya, misalnnya ulkus, retraksi akibat adanya lesi,masa atau pembesaran pembuluh limfe.
 Abdomen                            : Terdapat linea nigra, striae uvidae/albican,dan terdapat pembesaran abdomene.
Genetalia                               : Apakah terdapat varices pada vulva dan vagina, oedema, condilomatalata, condylomaacuminata,  pembesaran kelenjar skene dan bartholini, keputihan dan untuk mengetahui adanya kelainan alat reproduksi
Diagnosa Keperawatan

1.      Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
2.      Ansiatas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3.      Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
Intervensi keperawatan

No
Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan
Rasional
TTD
Tujuan
Intervensi Keperawatan
1.
Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah keperawatan intoleransi aktifitas teratasi dengan indikator:
1.      Klien mampu menunjukkan kemampuan berpindah
2.      Klien menunjukkan kemampuan ambulasi : berjalan/kursi roda
3.      Tidak terdapat adanya tanda dan gejala gangguan sirkulasi akibat aktifitas yang terbatas
1.      Monitor vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
2.      Monitor lokasi ketidaknyamanan / nyeri selama gerakan atau aktifitas
3.      Kaji kemampuan pasien dalam aktifitas
4.      Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai kebutuhan
5.      Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pemenuhan kebutuhan ADL
6.      Berikan alat bantu bila pasien membutuhkan
7.      Ajarkan bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan bila diperlukan
1.    Mengetahui perubahan pola aktifitas yang terjadi pada pasien


2.  Mengetahui faktor penyebab intoleransi aktifitas dan menentukan intervensi dengan tepat
3.  Mengetahui sejauh mana batasan aktifitas pasien
4.  Mengoptimalkan kemampuan pasien dalam aktifitas


5.  Memberikan rasa aman pada pasien saat melakukan aktifitas dan meningkatkan rasa percaya diri pasien
6.  Menurunkan resiko terjadinya cidera
7.  Menghindari terjadinya cidera dan melancarkan sirkulasi darah dalam tubuh




No
Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan
Rasional
TTD
Tujuan
Intervensi Keperawatan
2.
Ansietas  b.d. perubahan status kesehatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, masalah keperawatan cemas teratasi dengan indikator:
1.    Klien menunjukkan kecemasan berkurang
2.    Secara verbal klien mengatakan cemas dapat teratasi pada level yang dapat ditangani oleh pasien sendiri
1.      Gunakan pendekatan yang menyenangkan


2.      Pahami perspektif pasien terhadap stress

3.      Temani pasien untuk memberikan kemanan

4.      Berikan informasi adekuat mengenai diagnosis, tindakan dan prognosis


5.      Dorong keluarga untuk menemani pasien


6.      Bantu pasien mengenali situasi yang menimbulkan kecemasan

7.      Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
1.  Membina hubungan saling percaya guna mendapatkan informasi adekuat yang dibutuhkan perawat
2.  Penilaian seseorang terhadapt stres dan mekanisme kopingnya tidak selalu sama
3.  Faktor dukungan moral dapat membuat pasien merasa aman dan menurunkan kecemasan
4.  Informasi adekuat akan membuat pasien ikut berpartisipasi dalam tindakan keperawatan dan menurunkan tingkat kecemasan pasien
5.  Menghindari perilaku isolasi sosial karena faktor perubahan kondisi tubuh dan kesehatan dan meningkatkan rasa aman pasien
6.  Pengetahuan yang adekuat sehingga pasien mampu memilih mekanisme koping yang tepat terhadap stress
7.  Relaksasi pikiran menstimulasi rangsang saraf agar menjadi tenang dan rileks




No
Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan
Rasional
TTD
Tujuan
Intervensi Keperawatan
3.
Risiko infeksi b.d prosedur pembedahan (kuretase)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah keperawatan risiko infeksi  teratasi dengan indikator:
1.    Tidak didapatkan tanda terjadinya infeksi
2.    Tidak didapatkan fatigue kronis
3.    Temperatur badan sesuai yang diharapkan dengan interval 36,5C – 37,5C
1.      Bersihkan lingkungan atau alat-alat setelah dipakai oleh pasien
2.      Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah menengok pasien
3.      Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

4.      Gunakan universal precaution / APD selama kontak dengan kulit yang luka
5.      Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
6.      Observasi dan laporkan tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan, panas, dan nyeri
7.      Kaji temperatur tiap 4 jam

8.      Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
9.      Anjurkan pasien istirahat adekuat

10.  Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik
1.      Mencegah invasi bakteri di sekitar lingkungan pasien

2.     Mencegah terjadinya penyebaran infeksi nosokomial

3.     Mencegah terjadinya penyebaran bakteri baik bagi pasien maupun perawat
4.     Sebagai standar prosedur tindakan dan mencegah invasi bakteri
5.     Nutrisi adekuat meningkatkan kesembuhan luka lebih efektif
6.     Acuan intervensi dengan tepat bagi kondisi pasien dan mencegah keparahan infeksi
7.     Mengetahui pola normal metabolik
8.     Mencegah infeksi terjadi pada luka pada pasien
9.     Proses istirahat adekuat akan membantu proses regenerasi jaringan dalam tubuh
10. Tahap penanganan infeksi dan menurunkan risiko penyebaran infeksi



DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorho    use. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi Edisi 2. Jakarta : EGC
Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Ajaran Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP
Mansjoer, Arif Dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika